Rabu, 07 Maret 2012

Gagal......Galau??

BELAJAR KEGAGALAN DARI THOMAS ALFA EDISON

Pernahkah kamu mengalami kegagalan? 
Setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan, tak hanya sekali atau dua kali, mungkin berkali-kali. Demikian juga dengan penulis. Kadang, ketika gagal dalam mencapai sesuatu kita merasa bahwa kita-lah orang yang paling buruk di muka bumi ini. Mengutuk diri sendiri, mencela diri, membodoh-bodohkan diri. 
Apapun itu, kegagalan meraih apa yang diinginkan tetaplah pahit. Kadang tangkisan dari dalam diri untuk berlapang dada dan menerima sepenuh hati atas kegagalan tersebut hanya bertahan beberapa saat. Sulit, gagal serasa terperosok ke dalam jurang dan tak bisa naik ke atas lagi. 
Apakah kemudian hanya berhenti sampai di situ atau kemudian berupaya, belajar memahami dan menerima kegagalan tersebut? Instrospeksi?
 
“Dunia ini terus berputar, nak, ingat itu sayang”. Jika mengingat hal tersebut, tentu kita akan diingatkan untuk mulai belajar memaknai kegagalan dari sisi lain, tak hanya sisi negatif yang mematikan semangat. Mulai berpikir, jika kita gagal meraih yang  kita inginkan, mungkin Tuhan akan memberi kita hal lain yang belum pernah tahu dan belum pernah terbayangkan sebelumnya. 
Ya begitulah, kadang Tuhan menghadiahi kita kejutan manis yang tak pernah kita sangka. Tak perlu terlalu menghakimi diri atas kegagalan kita, itu  salah satu kalimat kunci yang dapat dimaknai untuk bangkit kembali dari kegagalan.
Jika kita mengalami kegagalan dalam suatu hal, mungkin Tuhan memberi ruang pada kita untuk lebih berfokus pada hal lain yang kita kesampingkan.


Thomas Alfa Edison, sang penemu lampu, lahir pada tanggal 11 Februari 1847, pada mulanya dianggap bodoh oleh gurunya sehingga dia dikeluarkan dari sekolahnya. Ibunya memutuskan untuk mengajari sendiri anaknya, karena tak ada sekolah yang mau menerimanya.
Karier penemuannya diawali setelah membaca buku School of Natural Philosophy karya RG Parker (isinya petunjuk praktis untuk melakukan eksperimen di rumah) dan Dictionary Of Science. Ibunya lalu membuatkan sebuah Laboratorium kecil buat dia.
Penemuan terbesarnya adalah lampu pijar. Namun sebenarnya Thomas Alfa Edison telah menemukan banyak alat dan telah dipatenkan. Penemuan yang dipatenkannya tercatat sebanyak 1.093 buah.

Pada saat menemukan Lampu Pijar, Thomas Alfa Edison mengalami kegagalan sebanyak 9.998 kali. Baru pada percobaannya yang ke 9.999 dia berhasil secara sukses menciptakan lampu pijar yang benar-benar menyala terang. Pada saat keberhasilan dicapainya, dia sempat ditanya: Apa kunci kesuksesannya?
Thomas Alfa Edison menjawab: SAYA SUKSES, KARENA SAYA TELAH KEHABISAN APA YANG DISEBUT KEGAGALAN
Bayangkan dia telah banyak sekali mengalami kegagalan yang berulang-ulang. Bahkan saat dia ditanya apakah dia tidak bosan dengan kegagalannya, Thomas Alfa Edison menjawab: DENGAN KEGAGALAN TERSEBUT, SAYA MALAH MENGETAHUI RIBUAN CARA AGAR LAMPU TIDAK MENYALA.

Luar biasa, Thomas Alfa Edison memandang kegagalan dari kaca mata yang sangat positif. Kegagalan bukan sebagai kekalahan tapi dipandang dari sisi yang lain dan bermanfaat, yaitu mengetahui cara agar lampu tidak menyala. Cara pandang positif Thomas Alfa Edison, tidak menyurutkan semangat, bahkan tetap mampu meyakinkan orang lain untuk mendanai “Proyek Gagal”-nya yang berulang-ulang. Ini juga satu hal yang luar biasa. Adakah kita mampu menyakinkan orang untuk mendanai riset kita yang telah gagal berulang-ulang? Tentu bukan pekerjaan yang mudah bukan?

Mari kita belajar banyak dari Thomas Alfa Edison ini.
"Genius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration."
– Thomas Alva Edison, Harper's Monthly (September 1932)

Refleksi diri (self assesment) adalah kemampuan manusia untuk melakukan instropeksi dan kemauan untuk belajar lebih dalam mengenai sifat dasar manusia, tujuan dan esensi hidup. 
Self assesment didasari oleh niat murni untuk menganalisis diri demi peningkatan diri. 
Refleksi diri meliputi proses pengujian, pengolahan terhadap nilai-nilai, keyakinan pribadi dan pengalaman. Refleksi diri membuat seseorang belajar hal-hal baru dalam diri, lebih mengetahui tentang diri. 
Orang yang memiliki kesadaran diri tinggi akan membawa individu pada kesehatan mental yang lebih baik. (Trapnell,& Campbell, 1999, Morin A 2002)
Refleksi seharusnya diwujudkan menjadi aksi atau tindakan. Pemahaman diri yang baik membawa diri kepada suatu tindakan nyata di mana individu diharapkan dapat bersikap secara lebih positif.

Refleksi Diri (Self Assesment) bisa berlangsung secara mandiri (karena mencapai tingkat kedewasaan dan merasakan manfaatnya), tetapi kadang perlu dikondisikan atau dipandu sehingga muncul yang namanya kebiasaan refleksi. Harapannya tentu perubahan perlahan (evolutif) yang menuju kebaikan, kemapanan, kenyamanan. 
Sudahkah kita menggunakan kesempatan untuk ber-refleksi dengan baik sehingga mampu mengubah pola hidup, sikap hidup dari kurang baik menjadi lebih baik?dari kurang rajin menjadi rajin?dari tidak bisa mendengarkan menjadi lebih mampu mendengarkan? Jawabannya kembali pada diri masing-masing tentunya.  Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar